30/05/12

Kaghati Kolope : Layang-Layang Tertua di Dunia dari Pulau Muna

Mungkin ketika dahulu Anda masih anak-anak, Anda adalah salah satu anak yang sangat suka bermain layang-layang, ya permainan ini memang sangat mengasyikan. tapi tahukah Anda dari mana asal layang-layang tertua di dunia? Indonesia? Ya tepat sekali, di Indonesia, tepatnya di Pulau Muna yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi merupakan tempat dimana layang-layang pertama dibuat pada tahun 2000 SM. Bila dihitung dari tahun 2000, layang-layang yang disebut Kaghati Kalope oleh warga sekitar telah ada sejak 4000 tahun yang lalu. Hal tersebut berdasarkan penelitian Wolfgong Bick Seorang Counsultant of Kite Aerial Photography Scientific Use of Kite Aerial Photography  berkebangsaan jerman pada tahun 1997 di Muna.


Awal dari penelitian terhadap layang-layang ini adalah saat Festival Layang-Layang Dunia di Perancis tahun 1997, saat layang-layang asal Pulau Muna ini tampil sebagai juara mengalahkan jerman. Hal ini lah yang membuat Wolfgong tertarik untuk mempelajari Kaghati Kolope yag=ng sekaligus mengantarkannya ke pulau Muna, Sulawesi tenggara. Dalam penelitiannya untuk mengetahui asal-usul layang-layang kaghati, Wolfgong harus mendaki sebuah bukit guna mendatangi gua dengan kemiringan 90 derajat.

Setibanya di dalam gua, Wolfgong dapat melihat sendiri lukisan yang menggambarkan layang-layang di dalam Gua Sugi Patani, Desa Liangkobori. Di situs prasejarah ini tersebar gambar manusia yang tengah memainkan layang-layang dengan mengunakan tinta merah (campuran tanah liat dengan getah pohon).

Berdasarkan data yang didapatkan, akhirnya Layang-layang Kaghati ini menjadi layang-layang tertua di dunia, mematahkan klaim bahwa layang-layang tertua berasal dari China yang berumur 2000 tahun-an. Layang-layang yang di temukan didataran China terbuat dari kain parasut dan batang alumunium. Sementara layangan dari Pulau Muna hanya terbuat dari bagan alam seperti daun, batang, dan serat tanaman.

Membuat Layang-Layang dari  Daun Kolope

Mengolah daun kolope menjadi kertas layang-layang tidaklah mudah. Kini hanya segelintir orang di Pulau Muna yang bisa membuat layang-layang dari daun kolope khas Pulau Muna. Daun kolope hanya merekahkan daunnya sekitar bulan Mei ketika iklim musim penghujan tiba namun saat itu daun terlalu muda untuk diolah menjadi kertas layang-layang. Baru sekitar bulan Juli daun kolope sudah cukup matang untuk dipetik sebagai bahan layangan.
Cara lain adalah menungu daun kolope itu kering secara alami lalu gugur di tanah. Akan tetapi, daun seperti itu terlalu rapuh dan mudah robek serta hasilnya kertas kolope akan berwarna kuning.
Kualitas terbaik daun Kolope adalah dipetik saat daun menua lalu panaskan di atas bara api (dikandela). Barulah setelah itu daun dijemur selama dua hari. Hasilnya bahan layangan berupa kertas putih, elastis dan kedap air.
Untuk satu layang-layang, dibutuhkan sekitar 100 lembar daun Kolope. Setelah menjadi kertas putih, daun-daun itu direkatkan satu sama lain pada sisi-sisinya sehingga menjadi satu lembaran yang utuh. Lembaran kertas dari daun kolope tersebut dikepik dengan kerangka kayu dan disimpan selama 5 hari. Berikutnya, lembaran itu dirajut dengan tali agar menjadi lembaran utuh kertas layang-layang. Sambil menunggu, dibuat kerangka layang-layang dari bambu (patu-patu) dan talinya dari daun nenas hutan.
Daun nenas yang dipetik pun adalah pilihan yaitu daun tua. Daun ini tidak langsung diolah melainkan disimpan dahulu selama 2 hari. Setelah kering, daun dikerok dengan bambu sehingga yang tersisa hanya serat lalu dicecar menjadi jumbai-jumbai benang. Jumbai-jumbai benang selanjutnya dipilin menjadi seutas tali yang siap dipakai. Satu helai daun nenas hutan dapat menghasilkan 10 meter tali layang-layang.
Ketika kerangka dan tali sudah siap, kemudian disatukan menjadi satu layang-layang Kolope utuh. Berikutnya adalah diberi sentuhan terakhir berupa nada dering (kamumu). Kamumu adalah semacam pita suara yang dibuat dari daun nyiur yang apabila ditiup angin akan bergetar dan menghasilkan bunyi khas mendayu terutama saat layangan dibiarkan terbang saat malam hari.
Setiap layangan memiliki ukuran kamumu masing-masing sesuai seleranya sehingga suara yang dihasilkannya juga menjadi spesifik dan dapat dikenali. Bagi telinga yang sering mendengar bunyi kamumu akan segera dapat menebak pemilik layang-layang yang terbang di langit saat malam hari. Layangan ini terbuat dari daun kolope kedap air sehingga tahan di udara selama berhari-hari atau sekehendak pemiliknya kapan pun ingin diturunkan.
Menurut cerita turun temurun masyarakat Liang Kabori di Pulau Muna bahwa layang-layang adalah permainan petani pada masa lalu dimana mereka menjaga kebun sambil bermain layang-layang. Masyarakat Pulau Muna juga percaya bahwa layang-layang berfungsi sebagai payung yang akan menjaga pemiliknya dari sengatan sinar Matahari bila ia meninggal dunia. Ketika si pemilik ini meninggal, ia berpulang dengan berpegangan pada tali layangan dan bernaung di bawah layang-layang tersebut.
Saat ini, kaghati kolope masih dimainkan petani di Pulau Muna terutama setelah masa panen. Biasanya angin yang baik untuk layangan di Pulau Muna adalah bulan Juni-September. Pada periode tersebut angin timur bertiup kencang sehingga mampu menerbangkan layang-layang selama 7 hari tanpa pernah diturunkan. Bila selama 7 hari layang-layang yang diterbangkan tidak jatuh maka si pemilik layang-layang akan menggelar syukuran. Akan tetapi, setidaknya, hobi ini telah ada sekitar 400 tahun di Muna. Pulau Muna telah beberapa kali menjadi tuan rumah festival layang-layang


2 comments:

Redbleck 30 Mei 2012 pukul 19.44  

Keren gan blognya kalau smisal hasil ente nulis sendiri :)

Unknown 2 Juni 2012 pukul 05.13  

hahaha emang hasil nulis sendiri dengan referensi dari beberapa sumber... :)

Diberdayakan oleh Blogger.

  © Blogger templates 'Neuronic' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP